BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
Bab I ini penulis menyampaikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
dan Tujuan. Tiap bagian disajikan sebagai berikut :
1.1 Latar Belakang Masalah
Ijma’ merupakan kebulatan fuqaha
mujtahidin pada sesuatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa rasulullah SAW dan
merupakan sumber yang kuat dalam menetapkan hukum-hukum Islam dan menduduki
tingkatan ke tiga dalam uruan sumber hukum Islam dan yang keempat Qiyas dan
yang kelima ijtihad. Ijma’ sebagai sumber hukum di tujukan oleh beberapa ayat
Qur;an dan Hadits Nabi yang mengatakan bahwa kebulatan ahli ilmu dan fikiran
menjadi pegangan, dan menyuruh memperkokoh kesatuan dan melarang pemisahan
diri.
Harus dikemukakan sejak
awal bahwa ijma’ itu tidak terlepas dari penyandaran terhadap Al-Qur’an dan
As-Sunnah, . Sebagai doktrin dan dalil syari’ah, ijma’ pada dasarnya ijma’
merupakan dalil rasional. Teori ijma’ juga jelas bahwa ia merupakan dalil yang
menuntut bahwa banyak konsensus mutlak dan universal sajalah yang memenuhi
syarat, sekalipun konsensus mutlak mengenai materi ijma’ yang bersifat rasional
sering kali sulit terjadi. Adalah wajar dan masuk akal untuk hanya menerima
ijma’ sebagai realitas dan konsep yang falid dalam pengertian relative, tetapi
bukti factual tidak cukup untuk menentukan universalitas ijma’. Definisi klasik
dan syarat esensial ijma’ sebagai mana ditetapkan oleh ulama-ulama ushul,
adalah sangat jelas bahwa tak kurang dari konsensus universal sarjana-sarjana
muslim dapat dianggap sebagai ijma’ yang meyakinkan. Oleh karena itu tidak ada
sedikitpun ruang bagi ketidak sepakatan, atau ikhtilaf, mengenai konsep ijma’.
Teori ijma’ juga tidak mau menerima gagasan relatifitas atau meluasnya
ketidaksepakatan dalam dirinya
1.2 Rumusan
Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas,
maka perlu adanya tindakan yaitu study mengenai analisis lebih mendalam :
1)
Apa
yang dimaksud dengan Ijma’ ?
2)
Apa
sandaran dari Ijma’ ?
3)
Apa macam-macam dari Ijma’ ?
4)
Bagaimana kedudukan dan kehujjahan
Ijma’ ?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan Makalah ini adalah :
1)
Untuk mengetahui dan memahami tentang
pengertian Ijma’.
2)
Untuk mengetahui sandaran dari Ijma’.
3)
Untuk mengetahui macam-macam dari Ijma’.
4)
Untuk mengetahui kedudukan dan
kehujjahan Ijma’.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
Bab II penulis menyampaikan tentang
Turunan Fungsi Implisit. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
2.1 Pengertian Ijma’
Ijma’ menurut bahasa adalah “sepakat atas sesuatu”,
sedangkan yang dimaksud dengan ijma’ secara istilah adalah
اتفاق
مجتهدى امة محمد صلم بعدوفا ته في عصر من الآ عصارعال امر من الامور
Kesepakatan
para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat
beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah
dari beberapa masalah.
Dalam difinisi tersebut bahwa ijma baru akan terbentuk
apabila ada kesepakatan dari para ulama, dan waktunya sesudah wafat Nabi
Muhammad karean pada masa Nabi masih hidup ketetapan hukum langsun meruju’
kepadanya akan tetapi setelah beliu wafat harus ada kesepakan dari beberapa
ulama’.
2.2 Sandaran
Ijma’
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar
pada Al Qur’an dan As Sunnah:
الاجماع
ليمس من ال لة المسـتفلة
Ijma’ itu bukanlah merupakan dalil yang
berdiri sendiri.
2.3 Rukun Ijma’
1)
Adanya
beberapa pendapat yang yang menjadi suatu masa tertentu.
2)
Adanya
kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum muslimin atas suatu hukum syara’
mengenai suatu perkara hukum pada waktu terjadinya tampa memandang tempat,
kebangsaan dan kelompok mereka.
3)
Kesepakatan
pendapat itu nyata, baik berupa perkataan atau perbuatan.
4)
Kesepatan
dari seluruh mujtahid itu benar-benar teralisir, apabila hanya sebagian saja
dari mereka maka tidak terjadi ijma’.
Menurut Abdul Wahab Khalaf ijma ’
tidak mungkin terjadi apabila diserahkan hanya kepada seseorang, dan munkin
terjadi apabila diserahkan kepada pemerintah islam, masing-masing ditanya
pendapatnya, dan mujtahid mengukapkan pendapatnya dan kebetulan pendapatnya
mereka sama, maka pendapat itu menjadi ijma’ dan hukum di ijma’kan itu menjadi
hukum syara’ yang wajib di ikuti oleh kaum muslimin.
2.4 Macam-macam
Ijma’
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua macam yakni
ijma’ qouli dan sukuti.
1)
Ijma’
qouli (القولي
)
Ijma’ qouli adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa
atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapatnya masing secar jelas,
baik dengan perkatan ataupun dengan tulisan atau dengan perbuatan.
2)
Ijma’
Sukuti (السكوتي
)
Ijma’ Sukuti adalah jika sebagian mujtahid itu berdiam diri
tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnya dan diamnya itu bukan karena
takut, segan atau karena malu, akan tetapi diamnya itu karena karena
betul-betul tidak menangapi atas pendapat yang lain, baik menyetujuai atau
menolaknya.
Sikap ulama terhadap ijma’ sukuti antara lain adalah:
a.
Imam
Syafi’i, Imam Al baqillani dari golongan As’aiyah dan sebagian ulama hanafi
seperti Ibnu Iyan menyaakan bahwa ijma’ sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab
kemungkinan ada ulama’ yang setuju dan tidak setuju.
b.
Al
Juba’i menyatakan ijma’ sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma’ qouli.
c.
Imam
Al Amidi menyatakan bahwa ijma’ sukuti bias saja menjadi hujjah kehujjahannya
adalah dhonni bukan qoth’i.
2.5 Kedudukan dan Kehujjahan Ijma’
Para ulama menetapkam bahwa kedudukan ijma’ sebagai hujjah
terletak dibawah deretan Al Qur’an dan As Sunah. Ijma tidak boleh menyalahi nas
yang qat’i jumhur ulama mengatatakan bahwa hanya ijma’ sharih saja dapat
dijadikan sebagi hujah syari’ah, akan tetapi ulama hanafiah menbolehkan hujah
sukuti sebagai menjadi hujjah
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam
Bab III penulis menyampaikan tentang
Kesimpulan. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
3.1 Kesimpulan
Ijma’ menurut bahasa adalah “sepakat atas sesuatu”,
sedangkan yang dimaksud dengan ijma’ secara istilah adalah
اتفاق
مجتهدى امة محمد صلم بعدوفا ته في عصر من الآ عصارعال امر من الامور
Kesepakatan
para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat
beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah
dari beberapa masalah.
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar
pada Al Qur’an dan As Sunnah:
الاجماع
ليمس من ال لة المسـتفلة
Ijma’ itu bukanlah merupakan dalil yang
berdiri sendiri.
Adapaun rukun-rukun
Ijma’ seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa ada 4 buah rukun Ijma’.
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua macam yakni
ijma’ qouli dan sukuti.
Para ulama menetapkam bahwa kedudukan ijma’ sebagai hujjah
terletak dibawah deretan Al Qur’an dan As Sunah. Ijma tidak boleh menyalahi nas
yang qat’i jumhur ulama mengatatakan bahwa hanya ijma’ sharih saja dapat
dijadikan sebagi hujah syari’ah, akan tetapi ulama hanafiah menbolehkan hujah
sukuti sebagai menjadi hujjah
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.
DAFTAR PUSTAKA
Islamwiki.
2009. Ijma’, (online). (http://islamwiki.blogspot.com/2009/01/ijma.html,
diakses 11 Januari 2013)
Wahyulyananta, fajar.
2009. Pandangan Ulama Tentang Ijma’,
Qiyas dan Ijtihad Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Tasri’, (online). (http://fajarwahyulyananta.blogspot.com/2009/07/pandangan-ulama-tentang-ijma-qiyas-dan.html,
diakses 11 Januari 2013)
Amru, syaeful. 2012. Makalah Ushul Fiqih Tentang Ijma’, (online). (http://syaeful-amru.blogspot.com/2012/05/makalah-ushul-fiqih-tentang-ijma.html