Senin, 25 Februari 2013

Makalah Ijma'



BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Bab I ini penulis menyampaikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, dan Tujuan. Tiap bagian disajikan sebagai berikut :
1.1     Latar Belakang Masalah
Ijma’ merupakan kebulatan fuqaha mujtahidin pada sesuatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa rasulullah SAW dan merupakan sumber yang kuat dalam menetapkan hukum-hukum Islam dan menduduki tingkatan ke tiga dalam uruan sumber hukum Islam dan yang keempat Qiyas dan yang kelima ijtihad. Ijma’ sebagai sumber hukum di tujukan oleh beberapa ayat Qur;an dan Hadits Nabi yang mengatakan bahwa kebulatan ahli ilmu dan fikiran menjadi pegangan, dan menyuruh memperkokoh kesatuan dan melarang pemisahan diri.
Harus dikemukakan sejak awal bahwa ijma’ itu tidak terlepas dari penyandaran terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah, . Sebagai doktrin dan dalil syari’ah, ijma’ pada dasarnya ijma’ merupakan dalil rasional. Teori ijma’ juga jelas bahwa ia merupakan dalil yang menuntut bahwa banyak konsensus mutlak dan universal sajalah yang memenuhi syarat, sekalipun konsensus mutlak mengenai materi ijma’ yang bersifat rasional sering kali sulit terjadi. Adalah wajar dan masuk akal untuk hanya menerima ijma’ sebagai realitas dan konsep yang falid dalam pengertian relative, tetapi bukti factual tidak cukup untuk menentukan universalitas ijma’. Definisi klasik dan syarat esensial ijma’ sebagai mana ditetapkan oleh ulama-ulama ushul, adalah sangat jelas bahwa tak kurang dari konsensus universal sarjana-sarjana muslim dapat dianggap sebagai ijma’ yang meyakinkan. Oleh karena itu tidak ada sedikitpun ruang bagi ketidak sepakatan, atau ikhtilaf, mengenai konsep ijma’. Teori ijma’ juga tidak mau menerima gagasan relatifitas atau meluasnya ketidaksepakatan dalam dirinya




1.2     Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas, maka perlu adanya tindakan yaitu study mengenai analisis lebih mendalam :
1)            Apa yang dimaksud dengan Ijma’ ?
2)            Apa sandaran dari Ijma’ ?
3)            Apa macam-macam dari Ijma’ ?
4)            Bagaimana kedudukan dan kehujjahan Ijma’ ?

1.3     Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah :
1)            Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian Ijma’.
2)            Untuk mengetahui sandaran dari Ijma’.
3)            Untuk mengetahui macam-macam dari Ijma’.
4)            Untuk mengetahui kedudukan dan kehujjahan Ijma’.













BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Bab II penulis menyampaikan  tentang Turunan Fungsi Implisit. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
2.1  Pengertian Ijma’
Ijma’ menurut bahasa adalah “sepakat atas sesuatu”, sedangkan yang dimaksud dengan ijma’ secara istilah adalah
اتفاق مجتهدى امة محمد صلم بعدوفا ته في عصر من الآ عصارعال امر من الامور
Kesepakatan para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah dari beberapa masalah.
Dalam difinisi tersebut bahwa ijma baru akan terbentuk apabila ada kesepakatan dari para ulama, dan waktunya sesudah wafat Nabi Muhammad karean pada masa Nabi masih hidup ketetapan hukum langsun meruju’ kepadanya akan tetapi setelah beliu wafat harus ada kesepakan dari beberapa ulama’.
2.2  Sandaran Ijma’
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah:
الاجماع ليمس من ال لة المسـتفلة
Ijma’ itu bukanlah merupakan dalil yang berdiri sendiri.
2.3  Rukun Ijma’
1)            Adanya beberapa pendapat yang yang menjadi suatu masa tertentu.
2)            Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum muslimin atas suatu hukum syara’ mengenai suatu perkara hukum pada waktu terjadinya tampa memandang tempat, kebangsaan dan kelompok mereka.
3)            Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perkataan atau perbuatan.
4)            Kesepatan dari seluruh mujtahid itu benar-benar teralisir, apabila hanya sebagian saja dari mereka maka tidak terjadi ijma’.
Menurut Abdul Wahab Khalaf ijma ’ tidak mungkin terjadi apabila diserahkan hanya kepada seseorang, dan munkin terjadi apabila diserahkan kepada pemerintah islam, masing-masing ditanya pendapatnya, dan mujtahid mengukapkan pendapatnya dan kebetulan pendapatnya mereka sama, maka pendapat itu menjadi ijma’ dan hukum di ijma’kan itu menjadi hukum syara’ yang wajib di ikuti oleh kaum muslimin.
2.4  Macam-macam Ijma’
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua macam yakni ijma’ qouli dan sukuti.
1)            Ijma’ qouli (القولي  )
Ijma’ qouli adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapatnya masing secar jelas, baik dengan perkatan ataupun dengan tulisan atau dengan perbuatan.
2)            Ijma’ Sukuti (السكوتي  )
Ijma’ Sukuti adalah jika sebagian mujtahid itu berdiam diri tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnya dan diamnya itu bukan karena takut, segan atau karena malu, akan tetapi diamnya itu karena karena betul-betul tidak menangapi atas pendapat yang lain, baik menyetujuai atau menolaknya.
Sikap ulama terhadap ijma’ sukuti antara lain adalah:
a.             Imam Syafi’i, Imam Al baqillani dari golongan As’aiyah dan sebagian ulama hanafi seperti Ibnu Iyan menyaakan bahwa ijma’ sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab kemungkinan ada ulama’ yang setuju dan tidak setuju.
b.            Al Juba’i menyatakan ijma’ sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma’ qouli.
c.             Imam Al Amidi menyatakan bahwa ijma’ sukuti bias saja menjadi hujjah kehujjahannya adalah dhonni bukan qoth’i.

2.5  Kedudukan dan Kehujjahan Ijma’
Para ulama menetapkam bahwa kedudukan ijma’ sebagai hujjah terletak dibawah deretan Al Qur’an dan As Sunah. Ijma tidak boleh menyalahi nas yang qat’i jumhur ulama mengatatakan bahwa hanya ijma’ sharih saja dapat dijadikan sebagi hujah syari’ah, akan tetapi ulama hanafiah menbolehkan hujah sukuti sebagai menjadi hujjah
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.




















BAB III
KESIMPULAN
Dalam Bab III penulis menyampaikan  tentang Kesimpulan. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
3.1  Kesimpulan
Ijma’ menurut bahasa adalah “sepakat atas sesuatu”, sedangkan yang dimaksud dengan ijma’ secara istilah adalah
اتفاق مجتهدى امة محمد صلم بعدوفا ته في عصر من الآ عصارعال امر من الامور
Kesepakatan para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu perkata / masalah dari beberapa masalah.
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah:
الاجماع ليمس من ال لة المسـتفلة
Ijma’ itu bukanlah merupakan dalil yang berdiri sendiri.
Adapaun rukun-rukun Ijma’ seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa ada 4 buah rukun Ijma’.
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua macam yakni ijma’ qouli dan sukuti.
Para ulama menetapkam bahwa kedudukan ijma’ sebagai hujjah terletak dibawah deretan Al Qur’an dan As Sunah. Ijma tidak boleh menyalahi nas yang qat’i jumhur ulama mengatatakan bahwa hanya ijma’ sharih saja dapat dijadikan sebagi hujah syari’ah, akan tetapi ulama hanafiah menbolehkan hujah sukuti sebagai menjadi hujjah
Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.




DAFTAR PUSTAKA
Islamwiki. 2009. Ijma’, (online). (http://islamwiki.blogspot.com/2009/01/ijma.html, diakses 11 Januari 2013)
Wahyulyananta, fajar. 2009. Pandangan Ulama Tentang Ijma’, Qiyas dan Ijtihad Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Tasri’, (online). (http://fajarwahyulyananta.blogspot.com/2009/07/pandangan-ulama-tentang-ijma-qiyas-dan.html, diakses 11 Januari 2013)
Amru, syaeful. 2012. Makalah Ushul Fiqih Tentang Ijma’, (online). (http://syaeful-amru.blogspot.com/2012/05/makalah-ushul-fiqih-tentang-ijma.html