BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
Bab I ini penulis menyampaikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
dan Tujuan. Tiap bagian disajikan sebagai berikut :
1.1 Latar Belakang Masalah
Qiyas mempersamakan hukum suatu
perkara yang belum ada kedudukan hukumnya dengan sesuatu perkara yang sudah ada
ketentuan hukumnya karena adanya segi-segi persamaan alam antara keduanya yang
disebut illat. Qiyas lebih luas pemakaiannya daripada ijma’ karena banyak
sekali hukum-hukum Islam diambil dari qiyas. Qiyas merupakan sumber hukum Islam
yang paling subur dalam menetapkan hukum-hukum peristiwa-peristiwa cabang.
Dengan demikian Qiyas
itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip
persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum
khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya haram.
Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr
berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di
dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah
haram.
1.2 Rumusan
Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas,
maka perlu adanya tindakan yaitu study mengenai analisis lebih mendalam :
1)
Apa
yang dimaksud dengan Qiyas ?
2)
Apa
dasar hukum dari Qiyas ?
3)
Apa macam-macam dari Qiyas ?
4)
Bagaimana kehujjahan Qiyas ?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan Makalah ini adalah :
1)
Untuk mengetahui dan memahami tentang
pengertian Qiyas.
2)
Untuk mengetahui dasar hukum dari Qiyas.
3)
Untuk mengetahui macam-macam dari Qiyas.
4)
Untuk mengetahui kehujjahan Qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
Bab II penulis menyampaikan tentang
Turunan Fungsi Implisit. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
2.1 Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan,
membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A
dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh
yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti
mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula
membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua kejadian
atau peristiwa itu.
2.2 Dasar
Hukum Qiyas
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab
yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar
hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat
tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan
dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak
membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada
kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat
dijadikan dasar.
2.3 Rukun Qiyas
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1)
Ashal (لاصل)
artinya pokok yakni
yang menjadi ukuran (المقيس عليه) disebut juga
dengan tempat menserupakan (المشبه به).
2)
Fara' (الفرع) artinya
cabang yakni hal yang diukurkan (المقيس) atau hal yang
diserupakan (لمشلبه).
3)
Hukum (لحكم)
yakni hukum cabang yang dihasilkan dari pengqiyasan tersebut.
4)
'Illat
(العلة) artinya sebab
yakni sesuatu sebab yang menghubungkan antara pokok dan cabang.
'Illat ialah
suatu sifat yang ada pada ashal yang sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan
hukum ashal serta untuk mengetahui hukum pada fara' yang belum ditetapkan
hukumnya, seperti menghabiskan harta anak yatim merupakan suatu sifat yang
terdapat pada perbuatan memakan harta anak yatim yang menjadi dasar untuk
menetapkan haramnya hukum menjual harta anak yatim.
Para ulama sepakat bahwa Allah SWT membentuk hukum dengan
tujuan untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Kemaslahatan itu adakalanya dalam
bentuk mengambil manfaat (jalbul manâfi') dan adakalanya dalam bentuk menolak
kerusakan dan bahaya (darul mafâsid). Kedua macam bentuk hukum itu merupakan
tujuan terakhir dari pembentukan hukum yang disebut hikmah hukum.
a.
Syarat-syarat
'illat
Ada empat macam syarat-syarat yang
disepakati ulama, yaitu:
Ø
Sifat
'illat itu hendaknya nyata.
Ø
Sifat
'illat itu hendaklah pasti.
Ø
'Illat
harus berupa sifat yang sesuai dengan kemungkinan hikmah hokum.
Ø
'Illat
itu tidak hanya terdapat pada ashal saja.
b.
Pembagian 'Illat
Ditinjau dari segi ketentuan pencipta hukum (syari') tentang
sifat apakah sesuai atau tidak dengan hukum, maka ulama ushul membaginya kepada
empat bagian, yaitu:
Ø
Munasib
mu'tsir.
Ø
Munasib
mulaim.
Ø
Munasib
mursal.
Ø
Munasib
mulghaa.
2.4 Macam-macam
Qiyas
Macam-macam Qiyas itu antara lain:
1)
Qiyas Aula (الاء
ولى) yakni apabila qiyas yang ada pada furu’ terlebih kuat dari
illat pada pokok. Misalnya :
kita melarang berkata “HUS” pada orang tua, maka kita tidak boleh menempeleng
orang tua, karena hus itu menyakiti rokhani, sedangkan menempeleng itu
menyakiti rokhani dan jasmani.
2)
Qiyas
Musawi (المساوي), yakni bila illat pada cabang itu sama bobotnya dengan illat
pada pokok. Misalnya membakar harta anak yatim diqiyaskan dengan memakan harta
anak yatim.
3)
Qiyas
Dalalah (الدلا لة) yakni qiyas yang menunjukkan dua perkara yang serupa satu sama
lain, bahwa illat didalamnya menunjukkan adanya hukum, tetapi illat itu tidak
mengharuskan adanya hukum. Misalnya zakat bagi anak yatim yang kaya, diqiyaskan
dengan orang dewasa yang kaya.
4)
Qiyas
syibih (الشبة), yakni mengqiyaskan furu’ pada dua pokok, illat dicari antara
kedua pokok tersebut yang paling cocok. Misalnya mendoakan orang kafir yang
menyumbang harta untuk kepentingan sosial Islam.
5)
Qiyas
Adwan (الآدوان) yakni mengqiyaskan hal yang diqiyaskan kepada hukum yang
terhimpun pada hukum tempat mengqiyaskan, seperti mengqiyaskan lelaki memakai
perak kepada memakai emas, karena ada hukum ashal tentang terkumpul pada haramnya
perak dan emas digunakan sebagai tempat air minum.
2.5 Kehujjahan Qiyas
Jumhur
ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk
sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat
hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian
ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah
hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam
Bab III penulis menyampaikan tentang
Kesimpulan. tiap bagian disajikan sebagai berikut :
3.1 Kesimpulan
Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan,
membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A
dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh
yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti
mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula
membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua
kejadian atau peristiwa itu.
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab
yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar
hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat
tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan
dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak
membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada
kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat
dijadikan dasar.
Rukun Qiyas ada empat yaitu Ashal, Fara', Hukum dan 'Illat.
Macam-macam Qiyas itu antara lain Qiyas Aula, Qiyas Musawi,
Qiyas Dalalah, Qiyas Syibih dan Qiyas Adwan.
Jumhur ulama kaum
muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum
yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam
suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan
hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas
dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
DAFTAR PUSTAKA
Barnur.
2011. Pengertian Qiyas, (online). (http://barnur.blogspot.com/2011/08/pengertian-qiyas.html,
diakses 13 Januari 2013)
Wahyulyananta, fajar.
2009. Pandangan Ulama Tentang Ijma’,
Qiyas dan Ijtihad Serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Tasri’, (online). (http://fajarwahyulyananta.blogspot.com/2009/07/pandangan-ulama-tentang-ijma-qiyas-dan.html,
diakses 13 Januari 2013)
Wordpress, orgawam.
2008. Ijma’ dan Qiyas adalah juga sumber
hokum islam, (online). (http://orgawam.wordpress.com/2008/09/28/ijma-dan-qiyas-adalah-juga-sumber-hukum-islam/,
diakses 13 Januari 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar